Halaman


Kategori

PESAN PALING MEMBEKAS


 Oleh Rosadi Jamani 

Teng…teng..teng..!” Bunyi bel sekolah. Siswa yang lagi bermain di halaman berhamburan masuk ke kelasnya masing-masing. Sebelum masuk, cuci kaki dulu. Ada tempayan di dekat tangga tempat cuci kaki. Soalnya, hampir semua siswa tak memakai sepatu alias nyeker. Maklum di kampung.

Saya dan siswa lain sudah duduk rapi di kelas. Sekitar lima menit, Bu Guru masuk. Lalu, mengabsen satu per satu siswa. Ada satu siswa tidak masuk, dikasih alpa oleh Bu Guru. Pelajaran dimulai. Pelajaran matematika.

Di saat Bu Guru menerangkan pelajaran, siswa yang alpa tadi, tiba-tiba ada di depan kelas. Napasnya ngos-ngosan habis berlari. Raut muka Bu Guru memerah.

“Masuk…!” Bu Guru mempersilakan siswa yang telat itu masuk. Siswa itu masuk dengan wajah tertunduk malu. Diminta berdiri di depan kelas.

“Kenapa kamu terlambat?”

Siswa itu gugup. Ia hanya diam tak berani jawab. Ditanya berkali-kali, tetap diam. Emosi Bu Guru naik. Pulpen yang ada di tangannya dicoretkan di wajah siswa itu dengan kata, Terlambat. Saya yang melihatnya jadi takut. Siswa lain juga demikian. Semua diam melihat adegan Bu Guru mencoret wajah siswa yang terlambat itu.

“Sana duduk! Lain kali, jangan terlambat lagi ya,” bentak Bu Guru. Siswa itu dengan langkah gontai mencari tempat duduknya. Ia hanya pasrah sambil menahan malu. Pelajaran dimulai lagi.

“Ingat ya…! Jangan ada yang terlambat lagi. Gimana mau jadi siswa hebat, ke sekolah saja suka terlambat,” nasihat Bu Guru.

Adegan pencoretan wajah itu serta nasihat Bu Guru itu susah saya lupakan. Dialah Bu Nazifah, guru matematika saya saat SD di kampung dulu. Sekarang sudah pensiun dan beberapa bulan lalu ditinggal suaminya, HM Zaini yang juga kepala sekolah SD saya.

Itu sebabnya, saya selalu berusaha datang tepat waktu. Kemudian, selalu saya bilang ke mahasiswa. “Bapak menganggap kalian sukses bila mengamalkan dua hal saja, datang tepat waktu dan jangan buang sampah sembarangan.” Sepele tapi sering diabaikan.

Zaman itu, tak ada orang tua marah bila anaknya digitukan oleh guru. Kalau sekarang, mungkin sudah dilaporkan ke polisi. Guru sangat dihormati. Pesan beliau selalu saya amalkan. Dan, siswa yang dicoret wajahnya itu, sudah lama menjadi sarjana teknik. Pernah menjadi juara 1 lomba menulis ilmiah tingkat nasional.

Apa yang dilakukan guru semuanya untuk kebaikan siswanya. Kadang ia marah tujuannya agar siswa nurut, patuh, dan beradab. Tak ada guru mau siswanya menjadi liar.

Sebuah kenangan saat SD yang begitu membekas. Prestasi yang didapat sekarang tak lepas dari didikan guru. Terima kasih untuk semua guruku.

Selamat Hari Guru Nasional 2023 (*) 


Previous
« Prev Post